Perempuan dan Ekonominya
16.19 |
Diposting oleh
Dwi Ningsih Andryani |
Edit Entri
Media alkhairaat, 11 Maret 2011
Penulis : Siti Nuryati
MEMPERINGATI Hari Perempuan Se-Dunia setiap 8 Maret, dunia masih menganggap yang paling memikul beban kemiskinan adalah kaum perempuan. Beban ini semakin bertambah berat karena perempuan tidak dapat mengakses kesempatan ekonomi, pemilikan lahan, dan lain-lain.
Dari 66 penelitian yang dilakukan oleh International Research Center For woman (IRCW) di era 80-an, ditemukan fakta bahwa keleuarga berkepala perempuan lebih miskin daripada laki-laki. Di Amerika hampir seluruh keluarga miskin dibiayai oleh perempuan tanpa suami. Iklim ekonomi global yang tidak menentu serta perang di mana-mana semakin memperburuk keadaan ini.
Mengapa akses ekonomi perempuan dipersoalkan ? Ada satu hal yang perlu dicermati terkait fenomena tuntutan kesamaan akses ekonomi antara laki-laki dan perempuan ini. Jika dalam masalah ekonomi segala sesuatu diukur dengan materi, perempuan yang dianggap tidak menghasilkan uang dianggap lebih rendah nilainya. Jika sudah demikian upaya pemberdayaan perempuan adalah dengan meningkatkan perannya dalam mendongkrak perekonomian negara secara langsung.
Negara kemudian mengembangkan kebjakan dan program-program untuk merangsang distribusi yang adil bagi setiap rumah tangga. Namun, negara dalam hal ini hanya menyediakan sumber daya agar terbuka peluang bagi perempuan untuk mengaksesnya, tanpa memperhatikan masalah distribusi sumber daya tersebut sudah berjalan baik dan mencukupi bagi setiap orang yang membutuhkannya atau belum. Akhirnya, penyelesaian lebih bertumpu pada perempuan-perempuan itu sendiri yang harus mengatasi persoalan kemiskinannya.
Dalam posisi seperti itu, peluang bekerja bagi perempuan menjadi sesuatu yang penting untuk diperjuangkan. Peran domestik perempuan dianggap tidak bermakna dalam perekonomian. Seorang ibu rumah tangga dianggap warga negara kelas dua. Faktor non-materi seperti cinta kasih, ddikasi, dan kesetiaan tidak dimasukkan dalam teori ekonomi, bahkan dalam ekonomi neoklasik sekalipun. Padahal, seorang ibu rumah tangga memiliki andil yang besar bagi perekonomian suatu negara, walaupun kontribusinya tidak langsung.
Tak seperti di era 70-an dimana peran perempuan belum terlalu diperjitungkan, di tahun 80-an perempuan mulai diperhatikan peranannya dalam pembangunan. Kini, peran tersebut semakin bergeser setelah bergeser bahwa bukan kesejahteraan yang diraih perempuan setelah mereka terlibat dalam arus besar pembangunan.
Maka, saat ini yang menjadi sasaran penting adalah perempuan harus pula terlibat sebagai agen pembangunan. Konsep pendekatan pembangunan bergeser dari WID (woman in development) menjadi GAD (Gender and Development). Pendekatan GAD sangat menekankan kesadaran relasi yang selama ini dipandang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, sehingga perempuan harus turut berperan sebagai penentu kebijakan.
Walhasil, penyelesaian persoalan yang ada memang selalu beranjak dari fakta. Pendekatan semacam ini menyebabkan lepasnya satu masalah untuk masuk ke masalah berikutnya. Bukan tidak mungkin, pendekatan model GAD ini akan kembali menimbulkan persoalan-persoalan baru, sehingga yang dibutuhkan saat ini adalah suatu kerangka berpikir yang baku dengan asas yang benar danmampu menyelesaikan seluruh masalah sampai akarnya.
Kemiskinan
Kita sebetulnya perlu bertanya, betulkah perempuan adalah pihak yang paling memikul beban kemiskinan dunia ? karena apabila diamati fakta kehidupan manusia, kemiskinan tidak hanya menimpa perempuan, tetapi juga laki-laki. Kemiskinan tidak hanya ada pada keluarga yang dikepalai perempuan, tetapi bisa juga pada keluarga yang dikepalai laki-laki.
Kemiskinan tidak hanya ada pada masyarakat yang memiliki budaya patriarki, tetapi juga ada pada masyarakat yang menolak budaya tersebut (seperti Amerikan dan Eropa). Bahkan, kemiskinan perempuan sebenarnya tidak menjadi masalah pada beberapa negara yang memiliki budaya patriarki seperti negara-negara Timur Tengah. Dengan demikian, kemiskinan bukan hanya masalah perempuan, melainkan masalah manusia pada umumnya.
Oleh karena itu, menyelesaikan masalah kemiskinan yang menimpa banyak perempuan di dunia saat ini, tidak hanya dengan memberikan alternatif untuk perempuan agar bisa dengan bebas mengakses sumber daya ekonomi. Sebab, penyelesaian seperti ini bersifat individual dan parsial. Akibatnya bisa muncul masalah baru, sementara masalah sebelumnya belum tuntas.
Yang kita butuhkan adalah penyelesaian yang berangkat dari pandangan yang universal tentang perempuan, yakni pandangan yang melihat perempuan sebagai bagian dari masyarakat manusia yang hidup berdampingan secara harmonis dan damai dengan laki-laki dalam kancah kehidupan ini. Masyarakat manusia terdiri atas laki-laki dan perempuan yang diciptakan untuk hidup berdampingan, saling melengkapi, dan saling membantu dalam mengarungi kehidupan. Dan, hanya dengan hidup berdampingan inilah kelestarian umat manusi akan terjamin sehingga yang kita butuhkan saat ini bukanlah kebijakan yang hanya akan memunculkan pemilah-pilahan masyarakat manusia menjadi masyarakat laki-laki dan masyarakat perempuan.
Karena hal itu hanya akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara laki-laki dan perempuan, keduanya akan sulit hidup berdampingan secara harmonis dan damai. Akhirnya, muncul sifat saling memusuhi. Keduanya memandang dari sisinya masing-masing. Laki-laki memandang menurut keperempuanannya. Apabila ini terjadi, kelestarian generasi mendatang akan terganggu. Kemiskinan adalah salah satu masalah dari sekian masalah manusia dalam kehidupan. Kemiskinan tidak dipandang sebatas sebagai bagian dari aspek ekonomi yang tidak terkait dengan aspek yang lain. Oleh karena itu, perlu sebuah alternatif penyelesaian yang tuntas dan menyeluruh, serta tidak mengakibatkan adanya masalah baru bagi manusia dalam aspek yang lain. Penyelesaian ini harus dilaksanakan secara sistemik, tidak cukup hanya oleh individu-individu, agar setiap individu manusia mendapat jaminan kehidupan yang sama.
Kemiskinan menjadi persoalan karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Ini akan membawa dampak pada aktivitas lain dan menghambat manusia untuk meraih cara hidup yang ideal. Oleh karena itu, diperlukan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap individu manusia agar tidak ada hambatan bagi manusia untuk menjalankan kehidupan ini menuju kehidupan yang ideal, yang menjamin kemuliaannya sebagai manusia. Negara selayaknya menjamin distribusi kekayaan/sumber daya kepada seluruh individu rakyat, yaitu menjamin distribusi ini bagi pemenuhan kebutuhan pokok individu secara keseluruhan, serta memberi peluang kepada setiap individu untuk memenuhi kebutuhan pelengkapnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dwi Ningsih Andryani. Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
0 komentar:
Posting Komentar